banner 728x250

“Pancor adalah Pengempokan Air, dan Kita Semua adalah Alirannya”

banner 120x600
banner 468x60

Oleh: Sayuti Hamdani, Q.H., M.A.

banner 325x300

Dalam bahasa Sasak, sumber mata air itu disebut “pengempokan air”. Pengempokan air berasal dari kata empok (kumpul) dan aik (air), yang berarti tempat berkumpulnya air, atau lebih luasnya bisa dimaknai sebagai mata air atau sumber air sebagai tempat air memancar , mengalir dan menghidupi sekitarnya. Tentu, dalam makna filosofis, pengempokan air mengandung makna simbolis, bagi warga Nahdlatul Wathan dan para pencinta ilmu, Pancor adalah lebih dari sekadar tempat. Ia adalah sumber nilai, ruh perjuangan, dan pusat penyebaran energi ruhani dan aliran keberkahan

Dari tanah sederhana ini, mengalir pengaruh besar ke seantero Nusantara. Dari rahimnya, lahir lembaga seperti NWDI, NBDI, dan Darunnahdlatain yang menjadi embrio lahirnya ribuan Madrasah di nusantara. Dari rahimnya juga, lahir para pejuang ilmu dan hikmah, yang cahayanya tidak pernah berhenti untuk menerangi dunia.

Air Tidak Tinggal Diam. Ia Mengalir

Filosofi air sangat dekat dengan perjuangan Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Seperti air, beliau tidak memilih-milih kepada siapa ilmunya akan diberikan. Seperti air, beliau tidak tinggal di satu tempat, tapi mengalir ke seluruh penjuru menyentuh umat, membangkitkan semangat, menyuburkan pemikiran.

Pancor sebagai pengempokan air telah melahirkan kader-kader ulama, guru, pejuang, dan pemimpin umat. Tapi Maulana Syaikh tidak pernah bermaksud menjadikan mereka hanya tinggal di sumber. Mereka harus menjadi aliran membawa air keberkahan itu ke tempat yang paling jauh, ke tanah yang paling kering.

“Sumber memang penting, tapi aliranlah yang menandakan sumber itu hidup”.

HULTAH: Ledakan Cinta dari Sumber yang Sama

Setiap tahun, saat HULTAH tiba, Pancor kembali menjadi pusat pertemuan air-air yang mengalir dari berbagai penjuru. Alumni, jamaah, keluarga, dan umat berkumpul bukan hanya untuk mengenang sejarah, tapi untuk menyambung ulang rasa bahwa kita semua berasal dari sumber yang sama.

HULTAH bukan sekadar acara. Ia adalah pulang kampung rohani. Rumah-rumah warga terbuka, bukan karena protokoler, tapi karena cinta. Pancor menjadi desa ukhuwah, tempat semua tamu dianggap keluarga.

Menjaga Sumber, Memastikan Aliran

Tapi air bisa tercemar. Sumber bisa kering jika tidak dijaga. Maka, kewajiban kita bukan hanya mengenang Pancor, tapi menjaganya sebagai sumber nilai, bukan sekadar nama.
Menjaga agar nilai-nilai keikhlasan tidak ditukar dengan ambisi. Agar pengabdian tidak dibajak oleh kepentingan. Agar keberkahan tidak ditutup oleh sekat eksklusivitas.

Dan yang lebih penting: kita semua harus menjadi aliran. Kita harus membawa semangat itu ke madrasah kita, ke podium-podium dakwah, ke sekolah-sekolah umum, ke kantor-kantor, ke ladang, ke pasar, bahkan ke media sosial.

“Karena aliran tak mengenal batas. Dan keberkahan tidak boleh mandek di satu tempat.

Pancor adalah pengempokan air. Dan dari air, tumbuh kehidupan. Dari Pancor, tumbuh peradaban.
Jika kita mencintai Pancor, jangan hanya tinggal di dekat sumbernya. Jadilah aliran. Jadilah penyambung keberkahan. Jadilah pembawa nilai di mana pun kaki berpijak.

Kita bukan hanya pewaris lembaga, tapi pewaris ruh.
Dan ruh itu hanya hidup jika kita terus mengalirkannya.

Terima kasih, Pancor. Engkau sumbernya. Dan semoga kami adalah alirannya.

banner 325x300