Lombok Timur, IAI Hamzanwadi – Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor Lombok Timur menggelar diskusi nasional dengan mengangkat tema “peradaban islam wasathiyah dalam tinjauan studi islam, filsafat dan budaya” yang bertempat di auditorium IAI Hamzanwadi Pancor.
Ratusan peserta dari Mahasiswa dan Dosen IAI Hamzanwadi Pancor menyimak secara khidmat selama diskusi berlangsung yang di narasumberi oleh, Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag, Prof. Dr. Zuhri, M.Ag, Dr. Alim Ruswantoro, M.Ag., Dr. Muhammad Taufik, M.Ag, dan Dr. Derry Ahmad Rizal, MA.
Acara yang dibarengi dengan peringatan Dies Natalies ke 47 IAI Hamzanwadi Pancor ini juga sebagai momen peringatan untuk mempelajari apa yang dicita-citakan oleh pendiri kampus sekaligus pendiri NWDI, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.
“Alhamdulillah kita bisa menghadirkan narasumber-narasumber yang luar biasa, karena kami juga merupakan santri-santri Maulanasyaikh yang terus berjuang di jalan islam yang moderat dengan kata lain islam wasathiyah,” ungkap Wakil Rektor III, Dr. H. Abd. Hayyi Akrom, M.M.Pd saat sambutan. (9/12/24)
Lebih lanjut, Dia menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada narasumber yang berkesempatan hadir di kampus yang didirikan oleh Pahlawan Nasional asal NTB ini yang sebagaimana diketahui, bahwa pemikiran santri-santri Maulanasyaikh tetap konsisten pada islam wasathiyah.
Sementara itu, Prof Dr. Zuhri, M.Ag menjelaskan, islam wasathiyah itu sendiri lahir dari dimensi pemikiran dan revolusi yang awalnya orang-orang terdahulu sering menyebutnya sebagai sebuah peradaban.
“Peradabaan bisa terwujud yakni dari pemikiran dan revoluasi, revolusi dibangun oleh pemikiran dan pemikiran dibangun oleh revoluasi,” ulasnya dihadapan ratusan mahasiswa.
Dia juga menyebut bahwa, pada dasarnya Nabi Muhammad SAW merupakan revolusi yang menghasilkan peradaban. Dan pengaruh Nabi Muhammad SAW di dunia merupakan sebuah peradaban yang luas bagi perubahan dan perkembangan dunia ke arah yang lebih positif.
“Salah satu dimensi pemikiran adalah pemikiran yang disebut wasathiyah. Karena ia lari menuju titik tengah yang extreme,” pungkasnya.
Disisi lain, Dr. Fahruddin Faiz, M.Ag menjelaskan pada intinya pertemuan hari ini merupakan hakikatnya silaturahmi antar sesama muslim yang memuat empat aspek yakni ta’aruf, tasamuh, ta’awun dan tawassul.
“Yang dimana ta’aruf itu yakni bagaimana cara kita memperluas persaudaraan, baik melalui online maupun offline bahkan yang tidak pernah bertemu sama sekali itu merupakan saudara kita semua,” paparnya.
Kedua yakni tasamuh, menurutnya, sebagai mahluk sosial maka manusia sewajarnya memiliki pandangan yang berbeda atau perbedaan dalam menjalankan hidup. Maka dari itu, perbedaan harus direalisasikan dan toleran terhadap sesuatu hal yang berbeda.
“Yang ketiga ada ta’awun, maknanya kita bisa berkolaborasi atau kerjasama dengan manusia lainnya. Dan kemudian terakhir, ada namanya tawassul yaitu kita bisa saling menasehati dan memperbaiki alaskan jangan saling menghancurkan antar sesama saudara,” tutur pria yang sering disebut pujangga cinta itu.
Dia juga tak meragukan bahwa semua santri dan mahasiswa yang hadir saat ini sudah menerapkan konsep islam wasathiyah. Namun yang menjadi problematikanya sekarang, yakni bagaimana cara berkomitmen menjalankan islam wasathiyah.
“Jika kita ingin menerapkannya, ada tiga keterlibatan pendekatannya yakni menjalankan sebagai kewajiban, sebagai kebutuhan dan yang paling tinggi itu pendekatan dengan cinta alias kita menjalankan secara sukarela kalau sudah diatas cinta,” tandasnya.
Pewarta: Febriga